Wednesday, December 22, 2010

PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Nomor 03/KPPU-1/2002 ttg Tender Penjualan Saham PT. IMSI


A.           Kronologis Perkara
PARA PIHAK / TERLAPOR:
Komisi Pengawas Persaingan Usaha selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, selanjutnya dalam Putusan ini disebut Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1999, dalam Perkara Inisiatif Nomor 03/KPPU-1/2002 tentang Tender Penjualan Saham dan Obligasi (convertible bonds PT. Holdiko Perkasa dan convertible bonds BPPN) PT. Indomobil Sukses Internasional, Tbk. selanjutnya disebut dengan Tender Penjualan Saham PT. IMSI yang diduga dilakukan oleh:
1.             PT. HOLDIKO PERKASA, berkedudukan di Jakarta beralamat di Gedung Indosemen Lt. 12 Jalan Jenderal Sudirman Kavling 70 - 71, selanjutnya disebut sebagai Terlapor I;
2.             PT. TRIMEGAH SECURITIES, berkedudukan di Jakarta beralamat di Artha Graha Building Lt. 18 Jalan Jenderal Sudirman Kavling 52 - 53 selanjutnya disebut sebagai Terlapor II;
3.             PT. CIPTA SARANA DUTA PERKASA (selanjutnya disebut PT. CSDP), berkedudukan di Jakarta beralamat di Artha Graha Building Lt. 18 Jalan Jenderal Sudirman Kavling 52 - 53 Jakarta 12190 selanjutnya disebut sebagai Terlapor III;
4.             PRANATA HAJADI, umur 45 tahun bertempat tinggal di JI. AIPDA KS Tubun No. 62 Palmerah Jakarta Barat Pekerjaan pelaku usaha sebagai Pemegang Saham PT Lautan Luas, Tbk yang berkedudukan di Jakarta beralamat di Graha Indramas Lt. 6 Jalan AIP II KS Tubun Raya No. 77, Pemegang Saham PT. Cipta Sarana Duta Perkasa, yang berkedudukan di Jakarta beralamat di Artha Graha Building Lt. 18 Jalan Jenderal Sudirman Kavling 52 - 53, Direktur Utama PT. Eka Surya Indah Pratama yang berkedudukan di Jakarta beralamat di Graha Indramas Lt. 1 Jalan AIP II KS Tubun Raya No. 77 dan Pemegang Hak Eksklusif PT. Alpha Sekuritas Indonesia dalam pembelian saham PT. I MSI, yang berkedudukan di, Jakarta beralamat di Bapindo Plaza, Citibank tower Lt. 14 Jalan Jenderal Sudirman Kavling 54 - 55 selanjutnya disebut sebagai Terlapor IV;
5.             JIMMY MASRIN, Pemegang Saham PT LAUTAN LUAS, Tbk berkedudukan di Jakarta beralamat di Graha Indramas Lt. 6 Jalan AIP II KS Tubun Raya No. 77, Komisaris PT.* Eka Surya Indah Pratama berkedudukan di Jakarta beralamat di Graha Indramas Lt. 1 Jalan AIP II KS Tubun Raya No. 77, selanjutnya disebut sebagai Terlapor V;
6.             PT. MULTI MEGAH INTERNASIONAL (selanjutnya disebut PT. MMI), berkedudukan di Jakarta beralamat di Jalan Rajawali No. 14, selanjutnya disebut sebagai Terlapor VI;
7.             PARALLAX CAPITAL MANAGEMENT Pte Ltd., berkedudukan di Singapura selanjutnya disebut sebagai Terlapor VII;
8.             PT. BHAKTI ASSET MANAGEMENT (selanjutnya disebut PT. BAM), berkedudukan di Jakarta beralamat di Menara Kebon Sirih Jalan Kebon Sirih No. 17 – 19 selanjutnya disebut sebagai Terlapor VIll;
9.             PT. ALPHA SEKURITAS INDONESIA, berkedudukan di Jakarta beralamat di Bapindo Plaza, Citibank tower Lt. 14 Jalan Jenderal Sudirman Kavling 54 – 55 selanjutnya disebut sebagai Terlapor IX;
10.         PT. DELOITTE & TOUCHE FAS (selanjutnya disebut PT. DTT), berkedudukan di Jakarta beralamat di Wisma Antara Lt. 12 Jalan Medan Merdeka Selatan No. 17 Jakarta 10110 selanjutnya disebut sebagai Terlapor X;

KASUS POSISI:
Permasalahan ini berawal ketika PT Salim Group harus menyelesaikan utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Utang tersebut diselesaikan melalui mekanisme MSAA. Melalui me kanisme ini, pelunasan utang dilakukan dengan cara Salim Group harus menyerahkan aset yang ia miliki kepada BPPN. Salah satu aset yang diserahkan adalah PT IMSI. Semua aset yang berwujud perusahaan tersebut dikelola PT Holdiko.
Pemerintah melalui BPPN bermaksud melepaskan saham PT IMSI yang ia miliki atas PT Holdiko. Untuk keperluan tersebut PT Holdiko bersama BPPN melaksanakan tender penjualan saham PT IMSI yang di miliki PT Holdiko tersebut.
Selain penjualan saham tersebut juga dijual obligasi konvertibel (convertible bond) PT IMSI. Di dalam tender tersebut  disinyalir ada persekongkolan tender, dan pada akhirnya KPPU memutuskan memang di sini terjadi persekongkolan tender.
Pelaksanaan tender di atas dimulai penunjukkan Financial Advisor (FA). Pelaksanaan tender oleh BPPN dipercayakan kepada PT Holdiko. Penentuan kriteria calon peserta tender ditentukan oleh FA dan BPPN.
Dalam pelaksanaan tender pada mulanya di­kirim 135 undangan kepada calon investor (peser­ta tender), setelah melalui beberapa proses, ternya­ta hanya ada yang menandatangani confidential­ity agreement, diantaranya adalah:
1.             PT Gani Asset Management;
2.             PT Sucorinvest Central Gani;
3.             PT Knight Frank Indonesia;   
4.             Austrade;           
5.             PT Trimegah Securities;          
6.             Price Waterhouse;        
7.             The Quant Group;
8.             CIBA;      
Namun demikian, ternyata hanya 3 (tiga) calon  investor yang mengirim final bid, yakni PT Tri megah Securities, PT Bakti Asset Managemenf dan PT Alpha Sekuritas Indonesia.
Menurut ketentuan yang dibuat oleh PT Holdiko, penawaran akhir oleh peserta tender disampaikan paling lambat jam 16.00 WIB. Beberapa peserta, dengan berbagai alasan, datang terlambat sehingga batas akhir tersebut diperpanjang. Semua penawaran dimasukkan ke dalam kotak dan dibuka setelah batas akhir yang ditentukan sampai. Setelah dibuka, didapat informasi bahwa PT Alpha Sekuritas Indonesia (PT ASI) datang pada jam 16.00 WIB, PT Tri Megah Securities datang pada jam 16.23 WIB, dan PT Bakti Asset Management datang pada jam 16.30.
Setelah mendapat laporan dari PT Holdiko sebagai pelaksana tender tersebut, malam itu juga ditentukan oleh pemenang tender. Penentuan pemenang tender tersebut ditentukan oleh BPPN.
Setelah penentuan pemenang tender tersebut didapat informasi bahwa penentuan pemenang tender tersebut mengandung beberapa kejanggalan. Kejanggalan tersebut juga terjadi ketika PT CDSP dan PT BAM tidak menanda tangani confidentiality agreement. Dari informasi yang ada juga pelaksanaan tender yang dimenangkan PT TS yang mewakili konsorsium PT Citra Sarana Duta (PT CDSP) memiliki kejanggalan yang berkaitan dengan harga yang terlalu rendah, jangka waktu yang sangat singkat, peserta tender sangat terbatas, dan adanya pelanggaran dan persekongkolan.
Atas dasar itu, KPPU kemudian melakukan monitoring dan pemeriksaan. Dari hasil monitaring tersebut diketahui adanya indikasi pelaksanaan tender mengandung unsur persekongkolan.
Menindaklanjuti hasil monitoring itu, KPPU melakukan pemeriksaan pendahuluan. Dalam pemeriksaan pendahuluan ini, KPPU mengajukan         sepuluh pelaku usaha yang terlibat dalam pelaksanaan tender IMSI sebagai pihak terlapor, dan mendengar keterangan tujuh orang saksi.
Dari pemeriksaan pendahuluan ini juga menemukan adanya indikasi persekongkolan tender, sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan. Dalam pemeriksaan lanjutan ini Majelis KPPU mendengar keterangan empat saksi yang hadir, dan mempertimbangkan ketidakhadiran para saksi lainnya yang dipanggil Majelis KPPU.
Dari hasil pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan, KPPU dapat menemukan fakta-fakta diantaranya adalah:
1.             Sebelum BPPN pada 20 Agustus 2001 mengeluarkan SK 1567 dan SK 1568/BPPN/0801, penentuan tender bagi FA dilakukan oleh user. Dalam konteks FA bagi tender saham PT IMSI ditentukan oleh PT Holdiko.  PT Holdiko telah melakukan beauty contest. Dari beauty contest tersebut, Lehman Brothers ditetapkan sebagai pemenang untuk menjadi FA. PT Holdiko kemudian meminta persetujuan BPPN. Permohonan ini ditolak oleh BPPN. Setelah tanggal 20 Januari 2001, pengadaan FA dilakukan oleh BPPN melalui divisi consultant management unit CMU). BPPN kemudian mengadakan beauty contest. Beauty contest ni dimenangkan oleh PT Deloitte & Touche FAS (PT DTTT) sebagai FA.
2.             Berdasarkan keputusan BPPN, PT DTT ber tindak atas nama BPPN dan PT Holdiko untuk menjual seluruh saham PT Holdiko dan obligasi konvertibel PT IMSI. Ada perbedaan jadwal pelaksanaan tender penjualan saham PT IMSI yang dilakukan PT DTT dengan jadwal         yang dibuat BPPN yang disusun dalam Term of Reference (ToR).
3.             PT DTT kemudian mengirim undangan kepada 135 perusahaan. Kenyataannya, hanya 16 perusahaan yang memenuhi prosedur. Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan confidentiality agreement. Di sini tidak termasuk PT Citra Sarana Duta Perkasa (PT CSDP) dan PT Bhakti Asset Management (PT BAM).
4.             PT CSDP sejak berdiri 14 Desember 1998 sampai 4 Desember 2001 merupakan Special Purposes Vehicle (SPV).Dengan demikian, perusahaan ini hanya sebagai sarana pengam­bilalihan saham perusahaan lain. Perusahaan ini juga diketahui memiliki kegiatan usaha, dan tidak memperkerjakan karyawan selain direk­tur dan komisaris. PT ini digunakan PT Tri­megah Securities sebagai sarana pembelian PT IMSI, namun PT Trimegah Securities juga men­ jadi FA PT CSDP.
5.             5. Keberadaan PT CSDP menjadi rumit dengan berubahnya kepemilikan saham perusahaan tersebut dalam relatif singkat selama berlang­sungnya penawaran saham PT IMSI. Pada mulanya PT CSDP, pada 1998, kepemilikan mayo­ritas di tangan Yohanes Ade Bunian Moniaga, namun sejak 4 Desember 2001 beralih ke tangan PT MMI dan Parallax Capital Management. Pada 11 Desember 2001, setelah PT CSDP di­ perubahan susunan pemegang saham, yakni PT ESIP menguasai kepemilikan sebesar 80%, PT MMI sebesar 20%. Padahal, menurut keten­tuan Procedure for the Submission of Bid tidak diperbolehkan adanya perubahan binding bid terhitung 60 hari sejak bid deadline atau sejak 4 Desember 2001. Mengingat keterkaitan secara erat antara PT Trimegah Securities (sebagai pe­megang saham PT ESIP), PT CSDP (sebagai SPV PT Trimegah Securities), dan PT ESIP (di­ mana 46% sahamnya dimiliki Trimegah Secu­rities itu sendiri, KPPU menyimpulkan bahwa ketiga perusahaan tersebut merupakan satu grup. Di samping itu dalam waktu yang sama salah satu pemegang saham PT CSDDP juga berkedudukan sebagai penasihat keuangan PT Alpha Sekuritas yang merupakan konsorsium bersama-sama dengan PT BAM.
6.             Cover letter dan dokumen binding bid PT CSDP memiliki kemiripan dilihat dari segi struktur kalimat dan tata bahasa dengan cover letter dan dokumen binding bid PT ASI. Hal ini diperkuat oleh keterangan ahli secara tertulis yang menyimpulkan banyak kalimat yang struktur ba­hasa dan pemilihan kata yang sama atau kedua surat tersebut telah dipersiapkan oleh orang yang sama. Kemudian di dalam berita acara yang dibuat notaris, pada waktu pembukaan amplop dokumen binding pada 4 Desember 2001, ditemukan adanya kesamaan nomor referensi surat atas nama PT CSDP dan PT ASI.
7.             Ketiga peserta tender, yakni PT ASI, PT CSDP, dan PT BAM sama-sama tidak membayar bid deposit kepada penjual melalui nomor rekening PT Holdiko di Citibank.
8.             Kejanggalan lain dalam proses penawaran saham tersebut adalah adanya pengajuan permintaan one to one meeting dalam waktu yang hampir bersamaan dari PT Alpha Sekuritas dan PT Trimegah Securities guna membicarakan mark up terhadap Conditional Share Purchase and Loan Transfer Agreement (CSPLTA) antara tanggal 30 dan 31 November 2001, berupa antara lain penghilangan Escrow Account, peniadaan bid deposit tambahan sebesar limapuluh miliar rupiah penghilangan persyaratan mengenai “any of their affiliates and their related parties.”
9.             Pada 4 Desember 2001, pihak penjual memberitahukan kepada PT CSDP secara verbal bahwa perusahaan tersebut merupakan calon pemenang tender, padahal pengumuman tender saham PT IMSI baru dilakukan pada 5 Desember 2001. Pengumuman pemenang tender tersebut juga menimbulkan permasalahan, mengingat belum mendapat rekomendasi secara resmi dari Deputi Ketua Asset Management Invest ment dan Deputi Risk Management. Kedua deputi ini baru memberikan rekomendasi persetujuan pemenang tender pada 10 dan 11 Desember 2001.     
B.            Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Memperhatikan ketentuan-ketentuan lain termasuk maksud dan tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Komisi Pengawas Persangan Usaha menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1.             Menyatakan PT. Holdiko Perkasa (Terlapor I ) dan PT. Deloitte & touche FAS (Terlapor X), secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan - Usaha Tidak Sehat karena melakukan tindakan persekongkolan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan pelaku usaha peserta tender yaitu PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), PT. Bakti Asset Management (Terlapor VIll) dan PT. Alpha Sekuritas I Indonesia (Terlapor IX) secara terang-terangan dan atau diam-diam berupa tidak menolak keikutsertaan ketiga peserta tender tersebut dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT. Indomobil Sukses Internasional ataupun mengetahui ketiga peserta tender tersebut tidak memenuhi persyaratan dan atau melanggar prosedur sebagaimana ditentukan dalam Procedures for Submission of Bid;
2.             Menyalahkan PT. Trimegah Securities (Terlapor II), PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), Pranata Hajadi (Terlapor IV), Jimmy Masrin (Terlapor V), PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) dan PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) secara bersama-sama secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena melakukan tindakan persekongkolan di antara mereka yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat berupa tindakan saling menyesuaikan dan atau membandingkan dokumen tender dan atau menciptakan persaingan semu dan atau memfasilitasi suatu tindakan untuk memenangkan PT. Cipta Sarana Duta Perkasa sebagai pemenang tender penjualan saham dan convertible bonds PT. Indomobil Sukses Internasional;
3.             Menyalakan PT. Multi Megah Internasional (Terlapor VI) dan Parallax Capital Management (Terlapor VII) kedua-duanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
4.             Melarang PT. Trimegah Securities (Terlapor II), PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III), dan PT. Deloitte & touche FAS (Terlapor X) untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun di lingkungan dan atau dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan atau dengan pihak lain yang ditunjuk oleh atau atas kuasa BPPN berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas .BPPN baik dalam penyehatan perbankan, penyelesaian aset bank maupun dalam pengembalian uang negara dalam jangka waktu, dua tahun terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda atas pelanggaran sebesar 30% dari nilai setiap transaksi;
5.             Menghukum PT. Trimegah Securities (Terlapor II) untuk membayar denda sebesar Rp10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
6.             Menghukum Pranata Hajadi (Terlapor IV) dan Jimmy Masrin (Terlapor V) secara bersama-sama untuk membayar denda sebesar Rp10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
7.             Menghukum PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar denda kepada negara sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
8.             Menghukum PT. Holdiko Perkasa (Terlapor I), untuk membayar denda sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran  penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp5.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
9.             Menghukum PT. Deloitte & touche FAS (Terlapor X) untuk membayar denda sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp10.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
10.         Menghukum PT. Alpha Sekuritas Indonesia (Terlapor IX) untuk membayar denda sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu setengah miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp1.500.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
11.         Menghukum PT. Bhakti Asset Management (Terlapor VIII) untuk membayar denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 45 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai denda yang dikenakan (Rp1.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
12.         Menghukum PT. Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III) untuk membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp228.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh delapan miliar rupiah) dan disetorkan kas negara sebagai Setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Dirjen Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I yang beralamat Jalan Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 75 hari kerja terhitung sejak tanggal dibacakannya putusan ini dengan denda keterlambatan 0,17 % dari nilai ganti rugi yang dikenakan (Rp228.000.000.000,00) untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini;
13.         Menyatakan bahwa denda keterlambatan pelaksanaan putusan tetap dihitung meskipun ada upaya hukum;
14.         Demikian putusan ini ditetapkan dalam Sidang Majelis Komisi pada hari Senin, 27 Mei 2002 dan dibacakan dimuka persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada Hari Kamis, 30 Mei 2002.
15.         Kami Anggota Komisi, Dr. Ir. Sutrisno Iwantono, MA sebagai Ketua Tim, Dr. Pande Radja Silalahi, Faisal Hasan Basri, SE, MA, Dr. I r. Bambang P. Adiwiyoto, Msc, Dr. Syamsul Maarif, SH, LLM, Erwin Syahril, SH, Dr. Didik J. Rachbini, dan Ir. Tadjuddin Noer Said masing-masing sebagai Anggota, dibantu oleh R. Kurnia Syaranie SH, Ir. Murman Budijanto MT, Drs. Malino Pangaribuan, Zaki Zein Badroen SE, Mohammad Noor Rofieq ST, Harun AI Rasyid SH, dan Dewi Sita Yuliani ST.
Ketua Majelis Komisi
Ttd.
Dr. Ir. Sutrisno Iwantoro, MA

Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Dr. Didik Junaedi Rachbini
Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Ir. H. Tadjuddin Noersaid


Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Faisal Hasan Basri S.E., M.A.
Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Dr. Syamsul Maarif, S.H., LL.M


Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Dr. Pande Raja Silalah
Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Erwin Syahril, S.H.


Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Dr. Ir. Bambang Purnomo Adiwiyoto, MSc.
Anggota Majelis Komisi
Ttd.
Dr. Ir. Sutrisno Iwantono, M.A.


C.           Analisis Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Terhadap putusan KPPU tersebut, maka penulis berpendapat bahwa KPPU telah melampaui batas kewenangannya dalam hal
(i)            menjatuhkan denda;
(ii)         melarang CSDP, Trimegah dan Deloitte untuk melakukan transaksi baru dalam lingkungan BPPN dalam tenggang waktu 2 tahun;
(iii)       menjatuhkan putusan serta merta (uit voerbaar verklaard bij voorraad);
(iv)       hukuman pembayaran ganti rugi; dan
(v)          putusan in absentia.
UU Anti Monopoli membedakan pihak lain (Pasal 41 ayat 1, Pasal 39 ayat 4) dan pelaku usaha. Kewenangan KPPU hanya menjatuhkan sanksi administratif kepada "pelaku usaha", dan bukan kepada "pihak lain" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Undang-Undang Anti Monopoli. Kewenangan tersebut tidak memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada subyek hukum "pihak lain".
Dengan demikian, putusan KPPU yang (i) menghukum pihak lain yang bukan pelaku usaha, yaitu Trimegah, Holdiko, Deloitte, Pranata Hajadi, Jimmy Masrin dan BAM; dan (ii) menjatuhkan denda kepada mereka, telah melampaui batas kewenangannya. Proses hukum terhadap pihak-pihak yang bukan peserta tender akan menjadi ruang lingkup pidana yang merupakan kewenangan penyidik dan bukan ruang lingkup sanksi administratif.
Dalam putusannya, KPPU juga melarang Trimegah, CSDP, dan Deloitte dalam jangka waktu dua tahun untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun di lingkungan BPPN ataupun yang berhubungan dengan transaksi-transaksi BPPN berkenaan dengan pelaksanaan tugas-tugas BPPN baik dalam penyehatan perbankan, penyelesaian aset bank.
UU Anti Monopoli Pasal 47 ayat 2 huruf c juncto Pasal 36 huruf l memberikan kewenangan kepada KPPU untuk memerintahkan pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan usaha yang telah terbukti menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Ketentuan ini tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk "melarang" pelaku usaha untuk melakukan kegiatan yang akan datang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kewenangan untuk "menghentikan" hanya terhadap kegiatan yang telah terbukti, bukan "melarang" kegiatan yang akan datang (yang belum tentu terbukti). Pengertian "melarang" dan "menghentikan" sangat berbeda secara prinsip. "Menghentikan" berarti terhadap kegiatan yang telah terjadi/dilakukan, sedangkan "larangan" adalah terhadap kegiatan yang akan dilakukan. Selanjutnya berdasarkan ketentuan tersebut, kewenangan yang diberikan kepada KPPU terbatas pada kegiatan usaha yang telah terbukti, bukan terhadap kegiatan yang akan datang yang belum tentu terbukti melanggar Pasal 22 UU Anti Monopoli.
Putusan KPPU yang melarang Trimegah, CSDP dan Deloitte untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun di lingkungan BPPN dalam jangka waktu dua tahun, sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip penghukuman, di mana seseorang tidak dapat dihukum selain karena alat bukti yang sah telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
KPPU menghukum CSDP untuk membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 228.000.000.000. Pasal 47 ayat 2 Huruf f UU Anti Monopoli tentang penetapan ganti rugi harus dihubungkan dengan dengan ketentuan Pasal 38 ayat 2 UU Anti Monopoli, yaitu adanya pihak yang melaporkan yang merasa dirugikan sebagai akibat dugaan pelanggaran UU Anti Monopoli dengan persyaratan antara lain keterangan yang jelas tentang kerugian yang ditimbulkan. Jadi hak atas ganti rugi pada Pasal 47 Ayat 2 huruf f UU Anti Monopoli hanya terbatas pada Pasal 38 UU Anti Monopoli.
Oleh karena itu, sanksi ganti rugi dapat dikenakan kalau ada pihak yang melaporkan yang merasa dirugikan sesuai dengan Pasal 36 huruf j UU Anti Monopoli. Kenyataannya, kasus Indomobil adalah perkara inisiatip dari KPPU dan bukan karena adanya laporan dari pihak yang merasa dirugikan. Ganti rugi yang diberikan hanya kepada pihak yang dirugikan dan pihak melapor sesuai dengan Pasal 38 UU Anti Monopoli, dan ganti rugi tidak dapat dikenakan dalam hal KPUU melakukan pemeriksaan tanpa adanya laporan.
Begitu pula putusan KPPU yang menyatakan bahwa denda keterlambatan pelaksanaan putusan tetap dihitung meskipun ada upaya hukum. Kalau dibaca kententuan-ketentuan UU Anti Monopoli satu persatu, tidak satu pun ketentuan yang memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menjatuhkan putusan serta merta (uit voerbaar verklaard bij voorraad). Kewenangan yang demikian haruslah berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang seperti halnya kewenangan Pengadilan Negeri untuk menjatuhkan putusan serta merta dengan segala limitasinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 HIR.
Ada pihak yang tidak pernah diperiksa oleh KPPU, yaitu Jimmy Masrin. Dalam putusannya, KPPU menghukum denda Jimmy Masrin melakukan Pasal 22 UU Anti Monopoli. Putusan tersebut tidak tepat, karena UU Anti Monopoli tidak memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menjatuhkan putusan in absentia. Putusan yang demikian adalah batal. Karena di samping tidak ada pembelaan yang layak dari pihak yang dihukum, juga melanggar batas kewenangannya.
Seandainya KPPU merasa Jimmy Masrin tidak bersedia dipanggil, seharusnya KPPU tidak menghukumnya. Akan tetapi, KPPU harus menyerahkan seluruh pokok masalah yang dipersangkakan kepada kepolisian untuk diadakan penyidikan sesuai dengan Pasal 36 huruf g juncto Pasal 41 ayat 1 dan 2 UU Anti Monopoli.

No comments:

Post a Comment